Minggu, 20 Oktober 2013

MARI BERQURBAN

MARI BERQURBAN
by Muhammad Misdi Elyumna


Telah sekian ribuan tahun lamanya bahwa syariat Islam telah memerintahkan kepada kita sebagai umat yang terbaik yang dilahirkan di muka bumi ini untuk berqurban. Mengingat tinggi dan besarnya manfaat serta mulianya orang yang berqurban karena dahsyatnya nilai-nilai dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Perintah berqurban ini juga telah dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul terdahulu. Namun demikian Islam sebagai agama akhir zaman ini menyempurnakan syariat agama terdahulu, sehingga Allah ta'ala melalui Nabi Besar Muhammad Saw menetapkan sebagai syariat yang sepatutnya untuk dilaksanakan oleh kita semua. Bagi yang sudah mampu mutlak untuk mengeluarkan sebagian hartanya untuk berqurban. Dan bagi yang belum mampu, hendaknya belajar untuk memampukan diri dengan berupaya keras untuk mengumpulkan harta hingga bisa berqurban. Dengan demikian akhirnya Allah akan memampukan dan mempedulikan kita. 

Nabi Muhammad Saw telah memberi tauladan kepada kita. Suatu saat beliau mengambil seekor kambing, lantas disembelihnya "Hadza linafsih, wali ahli baitii wa li ummatii" atas nama dirinya, keluarganya dan untuk umatnya. Ini khususyiah beliau dan pertanda tauladan yang harus diikuti oleh umatnya.

Nilai-nilai berqurban sesungguhnya bukan hanya sekedar kita mengeluarkan uang, lantas beli unta, sapi, atau kambing. Namun sesungguhnya adalah kita belajar berqurban melawan hawa nafsu kita terhadap kecintaan harta dan dunia. Ketika rasa kecintaan terhadap harta dan dunia itu masih terpendam dan mendarah daging dalam diri kita, tentu akan berat dan bahkan perintah itu dianggap sepele saja.  Makna yang lebih mulia lagi adalah rasa kepedulian dan kecintaan terhadap anak yatim dan dhuafa. Mereka yang jarang makan daging dan saatnya dengan qurban itulah mereka bisa menikmati makan daging. Rasa kebersamaan akan muncul dan tumbuh di dalam keduanya.

Ada seorang yang berkehidupan biasa, namun dengan  motivasi tinggi, sebulan menjelang Hari Raya Qurban tahun ini dia telah lapor dan meminta kepada Allah ta'ala agar diberikan rezeki hingga bisa beli seekor kambing untuk berqurban. Dia bersedekah di awal Rp 200.000 dulu agar Allah ridha dan melipatgandakan sedekahnya sesuai janjinya didalam al Qur'an. "Man jaal hasanati falahu asyru amtsalihaa" Barang siapa yang datang dengan kebaikan, maka baginya pahala sepuluh lipatan semisal kebaikannya"

Do'a tiap malam dilakukannya. Kerja tiap hari dengan impian jelas seekor kambing yang bernilai 2 juta. Alhasil, ternyata Allah kabulkan. setelah dia dapat rezeki dari usahanya, akhirnya bisa beli seekor kambing seharga 2 juta. Setelah kambing didapatnya, ternyata qurbannya bukan untuk dirinya. Qurban tersebut dipersembahkan untuk orang tuanya. Menetes air mata orang tuanya ketika tahu dibelikan kambing untuk dibuat qurban dan pahalanya untuk dirinya. "Maka ini kambing untuk emak, Ini rasa bhakti saya untuk emak. Mohon diterima ya.." dalam kata-katanya. Doa orang tua yang mujarrab itu akhirnya keluar dari lisan yang mulia. Doa untuk dirinya. Dia bahagia bisa melawan hawa nafsu, sudah belajar beribadah, belajar berbakti sama orang tuanya, dan belajar mengerti dan peduli sama orang lain. Subhanallaah. Kapan ya kita bisa berbhakti sama orang tua seperti itu? 

Belajar dari kisah tersebut diatas, masih belum terlambat bukan untuk kita.

Pahala yang begitu besar di mata Allah dengan jaminan menuju surga-Nya dengan menaiki kambing sebagai kendaraanya. Keridhoan-Nya atas perjuangannya yang bisa melawan hawa nafsu, yang peduli dengan anak yatim dan fakir miskin, pengorbanan terhadap kecintaan harta ditepinya dengan berkorban di jalan Allah dan seterusnya. 

Pelajaran qurban membawa makna tersendiri bagi setiap hambanya yang bersyukur. Bersyukur karena diberikan kesempatan bisa berbagi dengan saudaranya sendiri. Hikmah yang dapat kita petik adalah kepedulian dan kebersamaan. Banyak orang yang berlimpah harta dan kekayaan, tapi tidak punya kepedulian. Banyak orang yang sibuk dengan jabatannya sehingga harus kerja keras sehingga tidak bisa bersama dengan keluarganya. Namun ketika kita memiliki harta dan kekayaan yang cukup ternyata bisa peduli dan bersama dengan mereka, dhuafa dan fakir miskin.

Kebahagiaan itu di hati ketika bisa bersama dan peduli sesama. Kekayaan besar adalah kaya hati. Sebanyak apapun harta kita, jika tidak kaya hati, maka akan merasa kurang dan tidak berrsyukur.

Miliki kaya hati, kaya amal dan kaya harta.  

Semoga menginspirasi. Salam Sukses Berkah Berlimpah.
  







Tidak ada komentar:

Posting Komentar